Senin, 27 Januari 2014

Gunung Prau




Gunung Prau adalah sebuah gunung yang terdapat di Dataran Tinggi Dieng tepat di perbatasan Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung yang mempunyai ketinggian 2565 mdpl ini kerap dipandang sebelah mata oleh para pendaki, karena tingginya yang tidak seberapa, namanya pun seakan hilang tertelan dengan nama besar Sindoro Sumbing yang berdiri gagah tak jauh dari gunung prau ini. Dan nama Gunung Sikunir lebih dikenal para kalangan wisatawan yang berkunjung ke dataran tinggi dieng dan ingin menikmati matahari terbit yang konon katanya adalah Golden Sunrise. Tapi Gunung Prau memiliki semua yang tak dimiliki Sikunir dan tempat lainnya di dataran tinggi Dieng.

Tulisan saya kali ini adalah kelanjutan cerita dari Mengejar Matahari Hingga Ke Dieng Plateu. Yahh, memang Gunung Prau ini adalah tujuan utama kami sebelumnya, tapi demi efisiensi waktu dan rugi juga kita tidak menjelajah dataran diengnya sendiri, cerita lengkap kami menjelajah dieng bisa dibaca DISINI. Ataupun jika kalian malas membaca tulisan saya yang carut marut ini bisa lansung menonton video pendek perjalanan kami DISINI.

Setelah kita hampir sehari mengelilingi dieng mulai dari kawah sikidang, candi arjuna, telaga warna dll, jarum jam ditangan pun semakin miring ke kanan menunjukkan sore akan segera tiba. Oleh karena itu kami segera berbegas menuju tujuan utama kami yaitu Gunung Prau. Kamipun terlebih dahulu harus mendaftarkan diri ke basecamp dan jalur yang kita lalui adalah melalui patak banteng untuk lebih menyingkat waktu walaupun nanti trek tiada bonus. Untuk menuju basecamp dapat dicapai menggunakan minibus dari terminal mendolo dan turun di Kantor lurah Patak Banteng yang merangkap menjadi basecamp pendakian. Plang nama basecamp pun sangat jelas, disini kita diwajibkan untuk mendaftarkan diri dan membayar retribusi pendakian sebesar 3000 per orang.

Bersiap Di Base Camp Desa Patak Banteng


Trek Pendakian Gunung Prau (Sumber)
Setelah bersiap siap dan tak membuang waktu lagi karena hari semakin sore karena sesuai rencana kami harus sampai puncak sebelum malam menjelang. Sebelum berangkat kamipun melakukan doa agar diperjalanan kami diberi kekuatan dan kelancaran. Bebas Poliooo..woyoooo.. Teriakan kami pun membahana itu petunjuk kaki kita akan segera melangkah. Para penjaga basecamp pada awalnya mengantar kita sampai di ujung perkampungan untuk menunjukkan arah pendakian yang benar. Dari pos basecamp hingga melewati desa patak banteng, jalan sudah mulai menanjak tanpa ampun. Sungguh pemanasan yang luar biasa, nafas kita pun sudah mulai berburu dengan detak jantung.

Langkah Langkah Awal
Desa Patak Banteng Dari Atas
Sampai di ujung desa kamipun harus berjalan sendiri tanpa bantuan dari penjaga basecamp, tapi tenang saja semua trek sangat jelas dan lengkap dengan penunjuk arah. Awal mula trek mengikuti jalanan berbatu membelah perkebunan warga, dengan jalanan yang tetap miring tanpa tanah datar sedikitpun. Sampai diujung jalan berbatu kita harus mengambil jalur ke kiri menanjak dan diantara perkebunan warga. Dari sini trek menjadi jalur tanah sempit, berdebu, dan tetap menanjak hebat.

Menembus Ladang Sayur
Langkah demi langkah menahan beban tas di pundak kami, kaki yang semakin berat, dan akirnya kami sering sekali beristirahat sepanjang jalur pendakian. Tak apalah karena nama tim kami sendiri telah merefleksikan fisik kita yang lemah..haha.. Pecel Lele “Pendaki cepat lelah, lemes, letoy” Nama yang absurd dan sangat aneh. Alon alon asal klakon, itulah motto saya setiap mendaki gunung, puncak bukanlah tujuan utama tapi bagaimana kita menikmati setiap jengkal perjalanan kita.

Flora Sepanjang Trek
60 menit pun berlalu kamipun sampai di pos 2, pos yang ditunjukkan dengan Plang nama yang menempel di pohon. Dari pos 2 ini kita dapat menikmati desa patak banteng dari ketinggian. Rumah rumah tampak kecil bak sebuah maket kecil dari mahasiswa Arsitek..haha.. memang manusia kecil di hadapan alam apalagi di hadapan sang pencipta alam, dari kejauhan juga terlihat telaga warna yang sangat elok. Disini pun kami melepas lelah terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.

Pos 2
Selepas pos 2 tanjakan semakin hebat dan tanpa ampun, jelas ini diluar perkiraan saya, karena menurut info yang selama ini say abaca di google tidak seperti ini. Kalau menurut saya trek ini merupakan de Javu dari trek pendakian Gunung Gede via jalur gunung putri. Hampir 2 jam telah berlalu kamipun mendapati pemandangan jalur yang membelah bukit secara vertikal. Dan menurut orientasi saya ini adalah bukit terakhir sebelum kami mencapai Camp Zone di puncak. Sebelum menerjangnya kami pun bernarsis ria terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa lelah. 

Oke setelah dirasa istrihat dan narsis cukup, tekat pun kami naikkan dan menerjang jalur super terjal ini. Lima langkah berhenti itulah kedaaan kami di jalur yang terakhir ini. Kabut pun mulai merangkul tubuh, mau tak mau kami harus segera cepat agar kami tak semakin kedinginan serta kemungkinan terburuknya hujan akan turun. Hampir 45 menit kami naik akhirnya jalanan datar, dengan setapak kecil membelah taman bunga. Entah bunga apa namanya, bukan edelweiss ataupun lavender. Merah, putih, kuning, sejauh mata memandang seakan bunga ini penuh menutupi warna tanah yang hitam.

Taman Bunga
Warna Warni
Siluet Sore
Mentari yang semakin condong semakin membuat taman bunga ini, siluet sileut sinarnya pun membuat perasaan damai dan tenang. Sekitar 100 meter berjalan kembali kita telah sampai di camp zone. Kamipun segera membuka tenda di tempat yang paling nyaman, tapi sayang pemandangan gunung sindoro sumbing yang selama ini saya biasanya saya lihat di google itu tertutup kabut pekat. Dalam hati saya berdoa agar kabut ini segera tersapu angin, dan tak lama setelah itu, Alhamdulillah kabut benar benar pergi dan pemandangan sore yang menakjubkan terhampar di depan mata. Gunung Sindoro tampak gagah menyapa sebuah sore yang indah ini, dan dibelakang tampak Gunung Sindoro yang masih malu malu menampakkan puncaknya. Awan awan berarak lembut di bawah, Kalimat kecil terucap dari mulut saya. Sungguh Negeri yang indah, aku cinta sekali akan negeri ini.

Wonderfull Indonesia
Negeri Sejuta Senja

Lama sekali memandang pemandangan yang menakjubkan ini, namun perlahan lahan sinar matahari sore telah menghilang. Tak ingin rasanya beranjak dari tempat ini, tapi apa daya suhu yang semakin menurun memaksa saya segera kembali ke tenda yang terpasang rapi. Ritual malam pun kami lakukan, membuat api unggun sambil memandang teman teman wanita sedang asik memasak. Malam itu cuaca benar benar cerah, bintang bintang pun dengan cerianya menampakkan sinarnya. Tak ingin kehilangan momen saya pun memasang Tripod dan kamera, karena malam pun menyimpan sejuta keindahan yang perlu kita abadikan. Berikut beberepa momen momen indah yang berhasil saya abadikan.

Tak Selamanya Malam Itu Menakutkan
Malam Yang Indah

Sindoro Sumbing Pun Tersenyum
Minggu pagi terdengar keramaian di luar tenda kami. Teriakan sunrise..sunrise.. langsung membuat mata saya terbuka, karena pagi memang sebuah momen yang tidak sepatutnya kita tinggalkan. Saya pun segera bangun dan mengambil kamera, sambil sedikit berteriak membangunkan teman teman lainnya. Setelah kami 11 berkumpul kamipun bersama sama mencari spot terbaik untuk menikmati matahari terbit. Sekali lagi saya dihadapkan dengan sebuah momen pagi yang menakjubkan, Kali ini Gunung Sindoro dan Sumbing benar benar menampakkan wujudnya dari bawah hingga puncak. Awan awan lembut bak permadani yang terhampar  di langit yang luas, sinar hangat matahari pagi merasuk ke dalam kulit kami yang kedinginan. Sungguh pagi yang  indah.


Lautan Awan Pagi Itu
Golden Sunrise
Setelah puas menikmati matahari pagi saya pun mencoba sedikit menjelajah bukit disamping tempat kita mendirikan tenda. Dibukit sebelah barat ini terdapat pemandangan yang tak kalah indah, tampak dari kejauhan dataran dieng, telaga warna, kawah sikidang.

Pemandangan Sisi Barat

Telaga Warna & Kawah Sikidang Dari Ketinggian
Setelah masak dan makan pagi kita pun segera beres beres dan kembali turun karena tiket bis sudah ditangan dan sore hari kita harus segera sampai di terminal mendolo. Untuk perjalanan turun kami mengambil jalan yang berbeda dengan naik kemarin. Kami berencana turun via dieng kulon. Dari camp zone kita harus mengambil jalan setapak yang membelah bukit yang katanya ini bukit teletubbies yang berwarna hijau sama seperti di Film film teletubbies yang sering saya tonton pada waktu kecil dulu. Sayangnya pada saat kami berkunjung rumput rumput disini sedang kering, pada saat kami lalui pun udara sangat panas dan menyengat. Jarang ada pepohonan besar di padang rumput ini. Jangan kuatir tersesat karena setapak kecil di jalur ini sangat jelas. jalur naik turun bukit, mungkin ini semacam bukit penyesalan ya..ha..ha. karena setelah kita turun bukit kita harus nanjak lagi mungkin ada 3 -4 bukit naik turun, dan yang paling berat adalah sebelum mencapi puncak repeater.

Bukit Teletubbies Sedang Kecoklatan


Selalu Tegar Melawan Tantangan Alam
Di puncak repeater terdapat menara repeater radio yang dibangun pemerintah jawa tengah. Dari sini trek akan terus menurun di tengah tengah hutan yang rindang. Namun persiapkan mesker karena jalanan sangat berdebu terutama pada musim kemarau, atau malah menjadi jalanan yang berlumpur dan licin jika musim hujan. Berjalan kurang lebih 60 menit dari repeater desa dieng kulon akan segera menyambut. Maka perjalanan kita akan segera berakhir. Gunung prau sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi tapi menyimpan keindahan yang tidak tertandingi.

Puncak  Repeater Dari Jauh
Desa Dieng Kulon
Mungkin sedikit tulisan ini bisa menjadi referensi bagi para pembaca sebelum mengunjungi gunung prau, Dan dibawah terdapat video pendek perjalanan kami. ada sedikit pesan saya jika mengunjungi gunung prau ataupun gunung gunung lainnya kita tetap menjaga kelestarian alam, menjaga kebersihan agar keindahannya tak akan pernah pudar. Sekian, terima kasih.


1 komentar:

  1. Kalau boleh tau ke prau nya bulan apa ya? Kalau bulan Januari tutup atau nggak?

    BalasHapus